Tauhid, Tafsir, Hadits, Tasawuf, Fiqih, Hukum, Dakwah, Komunikasi, Sosial, Sains, Trending Topic

Friday 11 November 2016

Nilai Pendidikan

Nilai Pendidikan

A. ASAL-USUL KEJADIAN MANUSIA

Sejak awal kehadirannya, Islam telah memberikan perhatian yang amat besar terhadap penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran dalam arti seluas-luasnya.  Hal ini antara lain dapat dilihat pada apa yang secara normatif-teologi ditegaskan dalam Al-Qur'an dan Assunnah, dan pada apa yang secara empiris dapat dilihat dalam sejarah.  Secara normatif-teologis, sumber ajaran Islam, Al-Qur'an dan Assunnah yang diakui sebagai pedoman hidup yang dapat menjamin keselamatan hidup di dunia dan akhirat, amat memberikan perhatian yang besar terhadap nilai pendidikan.

Al-Qur'an melihat nilai pendidikan sebagai sarana yang amat strategis dan ampuh dalam mengangkat harkat dan martabat manusia dari keterpurukannya sebagaimana dijumpai di abad jahiliyah. Hal ini dapat dipahami karena dengan pendidikan seseorang akan memiliki bekal untuk memasuki lapangan kerja merebut berbagai kesempatan dan peluang yang menjanjikan masa depan, penuh percaya diri dan tidak mudah diperalat oleh manusia lain.



 
Sejalan dengan itu, Al-Qur'an menegaskan tentang pentingnya tanggungjawab intelektual dalam melakukan berbagai kegiatan.  Dalam kaitan ini, Al-Qur'an selain menganjurkan manusia untuk belajar dalam arti seluas-luasnya hingga akhir hayat mengharuskan seseorang agar bekerja dengan dukungan ilmu pengetahuan, keahlian dan keterampilah yang dimiliki.  Pekerjaan yang dilakukan tanpa dukungan ilmu pengetahuan, keahlian dan keterampilan dianggap tidak sah, bahkan akan mendatangkan kehancuran.  Bersamaan dengan itu dalam Islam seorang yang berilmu juga diwajibkan mengamalkan (mengajarkan) ilmu yang dimilikinya kepada orang lain.

Al-Qur'an yang sudah turun sejak lima belas abad yang lalu ternyata belum dipahami dan dipraktekkan oleh Ummat Islam pada umumnya, dan Ummat Islam Indonesia pada khususnya. Kesenjangan ini boleh jadi karena ummat Islam Indonesia belum banyak yang memahami tentang kandungan ajaran Al-Qur'an dan Assunnah itu, dan secara khusus belum banyak ulama yang memberikan fokus peerhatian terhadap kajian pendidikan dari perspektif Al-Qur'an.
 
Berdasarkan pada pemikiran tersebut di atas, tulisan ini akan mengkaji Surat Al-'Alaq dalam hubungannya dengan masalah nilai pendidikan yang meliputi tujuan pendidikan, kurikulum, metode, pendidik, sarana prasarana dan evaluasi serta kemungkinan penerapannya di Indonesia.


B. KANDUNGAN SURAT AL-'ALAQ
Kandungan surat Al-'Alaq berbunyi :

اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ(1)
   
"Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah". (Q.S. Al-'Alaq : 1)
   
Ayat tersebut dapat ditafsirkan sebagai berikut:

- Pertama,
 
Huruf-huruf dan kalimat yang satu dengan kalimat lainnya dan membentuk suatu baacaan. Sedangkan menurut Al-Maraghi secara harfiah atar tersebut dapat diartikan jadilah engkau seorang yang dapat membaca berkat kekuasaan dan kehendak Allah yang telah menciptakanmu, walaupun sebelumnya engkau tidak dapat melakukannya. Selain itu ayat tersebut juga mengandung perintah agar manusia memiliki keimanan, yaitu berupa keyaqinan terhadap adanya kekuasaan dan kehendak Allah, juga mengandung pesan ontologis tentang sumber ilmu pengetahuan. Pada ayat tersebut Allah SWT menyuruh Nabi Muhammad SAW agar membaca.  Sedangkan yang dibaca itu objeknya bermacam-macam, yaitu ada yang berupa ayat-ayat yang tertulis sebagimana Surat Al-'Alaq itu sendiri, dan dapat pula ayat-ayat Allah yang tidak tertulis seperti yang terdapat pada alam jagat raya dengan segala hukum kausalitas yang ada di dalamnya dan pada diri manusia. Berbagai ayat tersebut jika dibaca dalam arti ditelaah, diobservasi, diidentifikasi, dikategorisasi, dibandingkan, dianalisa dan disimpulkan dapat menghasilkan ilmu pengetahuan. 

Membaca ayat-ayat Allah yang ada dalam Alquran dapat menghasilkan ilmu agama Islam seperti Fiqih, Tauhid, Akhlaq dan sebagainya. Sedangkan membaca ayat-ayat Allah yang ada di jagat raya dapat menghasilkan sains seperti fisika, biologi, kimia, astronomi, geologi, botani, dan lain sebagainya.  Selanjutnya dengan membaca ayat-ayat Allah yang ada dalam diri manusia dari segi fisiknya menghasilkan sains seperti ilmu kedokteran dan ilmu tentang raga, dan dari segi tingkah lakunya menghasilkan ilmu ekonomi, ilmu politik, sosiologi, antropologi dan laian sebagainya. Sedang dari segi kejiwaannya menghasilkan ilmu jiwa.  Dengan demikian karena obyek ontologi seluruh ilmu tersebut adalah ayat-ayat Allah, maka sesungguhnya ilmu itu pada hakekatnya milik Allah, dan harus diabdikan untuk Allah.  Manusia hanya menemukan dan memanfaatkan ilmu-ilmu tersebut. Pemanfaatan ilmu-ilmu tersebut harus ditujukan untuk mengenal, mendekatkan diri dan beribadah kepada Allah SWT. Dengan demikian ayat pertama surat Al-'Alaq ini terkait erat dengan obyek, sasaran dan tujuan pendidikan.

- Kedua, ayat berbunyi :

خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ (2)

"Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah". (Q.S. Al-'Alaq : 2)
 
Secara harfiah kata Al-'Alaq yang terdapat pada ayat tersebut menurut Al-Raghib al-Asfahari berarti al-damm al-jamid yang berarti darah yang beku. Sedangkan menurut al-Maraghi, ayat tersebut menjelaskan bahwa Dialah (Allah) yang menjadikan manusia dari segumpal darah menjadi makhluk yang paling mulia, dan selanjutnya Allah memberikan potensi (al-qudrah) untuk berasimilasidengan segala sesuatu yang ada di alam jagat raya selanjutnya bergerak dengan kekuasaan-Nya, sehingga ia menjadi makhluk yang sempurna, dan dapat menguasai bumi dengan segala isinya.  Kekuasaan Allah itu telah diperlihatkan ketika Dia memberikan kemampuan membaca kepada Nabi Muhammad SAW, sekalipun sebelum itu ia belum pernah belajar membaca. Dengan demikian ayat ini memberikan informasi tentang pentingnya memahami asal-usul dan proses kejadian manusia dengan segenap potensi yang ada dalam dirinya.  Penjelasan tentang asal-usul dan proses kejadian manusia ini lebih lanjut dijelaskan dalam ayat yang berbunyi :


وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ مِنْ سُلَالَةٍ مِنْ طِينٍ(12)ثُمَّ جَعَلْنَاهُ نُطْفَةً فِي قَرَارٍ مَكِينٍ(13)ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظَامًا فَكَسَوْنَا الْعِظَامَ لَحْمًا ثُمَّ أَنْشَأْنَاهُ خَلْقًا ءَاخَرَ فَتَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ(14)

"Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik".  (Q.S. Al-Mukminuun: 12-14)

Proses kejadian manusia sebagaimana dikemukakan dalam ayat-ayat tersebut telah terbukti sejalan dengan apa yang dijelaskan berdasarkan analisis ilmu pengetahuan.  Namun yang terpenting dari itu bukanlah terletak pada ditemukannya kesesuaian antara ajaran Alquran dengan ilmu pengetahuan tetapi yang terpenting adalah agar timbul kesadaran pada manusia, bahwa dirinya adalah makhluk yang diciptakan oleh Allah SWT dan selanjutnya ia harus mempertanggung jawabkan perbuatannya kelak di akhirat. Kesadaran ini selanjutnya diharapkan dapat menimbulkan sikap merasa sama dengan manusia lainnya (egaliter), rendah hati, bertanggu jawab, beribadah dan beramal saleh.
    
Selanjutnya kalimat khalqan akhar (makhluk yang berbentuk lain) yang terdapat pada ayat tersebut di atas menunjukkan bahwa di samping manusia memiliki unsur fisik sebagaimana dimiliki makhluk lainnya.  Namun ia juga memiliki potensi lain. Menurut H.M.Quraish Shihab, bahwa potensi lain itu adalah adanya unsur ilahiyah (ruh ilahiyah) yang dihembuskan Tuhan pada saat bayi berusia empat bulan dalam kandungan.  Perpaduan unsur fisik-jasmaniah dengan unsur Psikis-rohaniyah inilah yang selanjutnya membentuk manusia. Dari sini pula selanjutnya manusia dianugerahi potensi jasmaniyah pancaindera berupa penglihatan, pendengaran, penciuman, dan perabaan; dan potensi rohaniah berupa dorongan, naluri dan kecenderungan seperti kecenderungan beragama, bermasyarakat, memiliki harta, penghargaan, kedudukan, pengetahuan, dan teman hidup lawan jenis.
    
Pemahaman yang komlprehensif tentang manusia ini disepakati oleh para ahli didik sebagai hal yang amat penting dalam rangka merumuskan berbagai kebijakan yang berkaitan dengan rumusan tujuan pendidikan, materi pendidikan, dan metode pendidikan.

Dengan demikian kita dapat merumuskan tujuan pendidikan dengan ungkapan bahwa pendidikan adalah upaya membina jasmani dan rohani manusia dengan segenap potensi yang ada pada keduanya secara seimbang sehingga dapat dilahirkan manusia yang seutuhnya. Dengan demikian kita dapat merumuskan materi pendidikan dengan ungkapan bahwa materi pendidikan harus berisi bahan-bahan pelajaran yang dapat menumbuhkan mengarahkan, membina dan mengambangkan potensi-potensi jasmaniah dan rohaniah tersebut secara seimbang. Pelajaran agama misalnya ditujukan untuk membina sikap keberagamaan; pelajaran matematika ditujukan untuk membina potensi berpikir; pelajaran sejarah ditujukan untuk membina potensi bermasyarakat, dan seterusnya. Dengan pemahaman terhadap manusia itu pula kita dapat merumuskan metode pendidikan dengan ungkapan bahwa metode pendidikan harus bertolak dari kecenderungan manusia. Manusia misalnya memiliki kecenderungan senang meniru, mendengarkan cerita, disanjung dan sebagainya. Dengan demikian metode pendidikan dapat dilakukan dengan memberikan teladan, membacakan cerita, memberikan pujian dan sebagainya.

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+

Related : Nilai Pendidikan

0 komentar:

Post a Comment